Dunia panjat tebing bukan hal baru bagi Priska Mestikaning. Dia
mengenalnya sejak masuk kuliah di Universitas Negeri Yogyakarta, yakni
saat mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Pencinta Alam.
“Ini termasuk olahraga yang penuh tantangan, memacu adrenalin, serta ekstrem tapi aman. Itulah yang membuat saya jatuh cinta dengan panjat tebing,” kata Priska. Priska mengakui, di dunia pencita alam, sebenarnya lebih mengenal susur gua yang awal dibanding panjat tebing. Namun, mengingat panjat tebing lebih menyajikan tantangan, susur gua mulai ditinggalkan.
Dia mulai fokus mendalami panjat tebing. “Lalu, saya iseng-iseng ikut tanding di sirkuit panjat tebing Sleman, malah masuk menjadi atlet untuk tim Sleman di ajang Porprov DIY 2007,” kata Priska. Di ajang resmi perdana itu, perempuan kelahiran 10 Juli 1988 ini belum berhasil naik podium. Dua tahun kemudian di ajang yang sama, Priska baru mengangkat trofi meski hanya perak.
Dia juga menyabet medali perunggu untuk kategori beregu. “Itu adalah medali pertama saya,” ungkapnya. Skill dan kualitasnya semakin terasah. Pada Porprov DIY 2011, alumnus MIPA UNY ini akhirnya menjadi kampiun, merebut medali emas untuk kategori speed perorangan putri. “Itu medali yang membanggakan bagi saya.
Usaha keras, disiplin, dan totalitas akhirnya membuahkan hasil positif, medali emas,” ujar atlet panjat tebing spesialis leaddan speeditu. Priska berpendapat, untuk menjadi juara dibutuhkan latihan intens dan serius, disiplin, serta totalitas. Jika ingin menjadi atlet yang berprestasi tapi usaha yang dilakukan setengahsetengah akan sulit menjadi juara. “Usaha yang keras pasti akan membuahkan hasil positif,” ucap Priska.
“Ini termasuk olahraga yang penuh tantangan, memacu adrenalin, serta ekstrem tapi aman. Itulah yang membuat saya jatuh cinta dengan panjat tebing,” kata Priska. Priska mengakui, di dunia pencita alam, sebenarnya lebih mengenal susur gua yang awal dibanding panjat tebing. Namun, mengingat panjat tebing lebih menyajikan tantangan, susur gua mulai ditinggalkan.
Dia mulai fokus mendalami panjat tebing. “Lalu, saya iseng-iseng ikut tanding di sirkuit panjat tebing Sleman, malah masuk menjadi atlet untuk tim Sleman di ajang Porprov DIY 2007,” kata Priska. Di ajang resmi perdana itu, perempuan kelahiran 10 Juli 1988 ini belum berhasil naik podium. Dua tahun kemudian di ajang yang sama, Priska baru mengangkat trofi meski hanya perak.
Dia juga menyabet medali perunggu untuk kategori beregu. “Itu adalah medali pertama saya,” ungkapnya. Skill dan kualitasnya semakin terasah. Pada Porprov DIY 2011, alumnus MIPA UNY ini akhirnya menjadi kampiun, merebut medali emas untuk kategori speed perorangan putri. “Itu medali yang membanggakan bagi saya.
Usaha keras, disiplin, dan totalitas akhirnya membuahkan hasil positif, medali emas,” ujar atlet panjat tebing spesialis leaddan speeditu. Priska berpendapat, untuk menjadi juara dibutuhkan latihan intens dan serius, disiplin, serta totalitas. Jika ingin menjadi atlet yang berprestasi tapi usaha yang dilakukan setengahsetengah akan sulit menjadi juara. “Usaha yang keras pasti akan membuahkan hasil positif,” ucap Priska.
Totalitas Priska terhadap panjat tebing tidak perlu diragukan lagi. Buktinya, dia memilih menjadi atlet daripada masuk ke dunia kerja. “Saya daftar kerja dan sudah diterima. Tapi berhubung sebentar lagi ada kejuaraan resmi (Porprov DIY 2013 di Gunungkidul), saya memutuskan tidak mengambilnya. Saya lebih memilih ikut Porprov,” ungkapnya.
Selain menyiapkan diri untuk Porprov DIY 2013, Priska aktif menularkan prestasinya kepada orang lain, minimal mengenalkan dunia panjat tebing kepada masyarakat luas. Dia menyadari olahraga yang digelutinya itu belum populer di kalangan masyarakat. Teman dan saudaranya juga dia ajak latihan panjat tebing. “Awalnya takut, tapi saya jelaskan bahwa panjat tebing itu mengasyikkan. Ekstrem tapi aman. Akhirnya ada yang mau berlatih juga,” kata Priska. ● ridwan anshori