Saturday, May 24, 2008

Sejumput Magnesium : Refleksi 14 tahun FPTI DIY

“...,bukan spesies yang terkuat dan tercerdas yang menguasai bumi ini,
tetapi spesies yang responsive terhadap perubahan.”
(Charles Darwin)

Tanggal 24 Mei hari ini, genap 14 tahun FPTI D.I. Yogyakarta berdiri. Bukanlah waktu yang pendek untuk dilalui. Secara organisasi ini, FPTI DIY telah di pimpin oleh Ketua Umum sebanyak 4 kali, terhitung sejak 1994 Asep Komarulloh (1994 – 1997)Ketua Harian yang merangkap Ketua Umum pertama, lalu Bambang Poespo (1997 – 2001), Agus Wiyarto (2001 - 2005) dan sekarang Bunda Asiyah Rais (2005 – 2009).

FPTI DIY mempunyai banyak yang FPTI lainnya belum tentu punya. Sebut saja, Pengda FPTI di Indonesia yang banyak mewarnai tata aturan organisasi FPTI, penyelenggaraan even kompetisi panjat tebing yang paling direkomendasikan dan di tunggu, Pengda yang paling aktif berkonsolidasi dengan PENGDA FPTI daerah lain, legenda pemanjat Putri Indonesia yang telah masuk ke Buku Legenda Atlit KONI PUSAT, A. Etti Hendrawati, prestasinya telah mencapai kelas dunia, sumbangsih medalinya tak cukup disebutkan satu persatu di sini, aktifitas penggiat panjat tebing alam yang hidup dan paling aktif di Indonesia hingga situs pemanjatan tebing alam yang tersebar di banyak di DIY dan salah satunya terkenal se - Asia. Disadari ataupun tidak, tanpa perlu mengesampingkan Pengda FPTI yang lain, Ya, FPTI DIY merupakan barometer panjat tebing di Tanah Air, hingga saat ini.

Sebuah fenomena yang menarik saat ini, panjat tebing di Jogja cukup menjual. Ini bisa dibuktikan dengan banyaknya pemanjat daerah lain yang berlatih di sini, baik pemanjat sport maupun petualangan. Sudah terhitung 3 tahun terakhir ini, Jogja menjadi tempat tujuan pemusatan latihan daerah lain baik untuk latih tanding dan hingga sekedar refreshing Tim Pelatdanya. Sebut saja pelatda panjat tebing BABEL, KALBAR, RIAU, JAWA TENGAH, JAWA TIMUR, dan yang akan menyusul Pelatda Panjat Tebing Kepulauan RIAU.

Tapi apakah hanya cukup dengan pencapaian tersebut? Barometer panjat tebing Tanah Air? Mengingat “gegap gempita”nya panjat tebing di Jogja menyusut 5 tahun terakhir ini. Banyak pemanjat yang ‘gagap’ dengan semakin banyaknya pembangunan fasilitas dinding panjat di kota ini, jauh sekali perbandingannya saat keinginan membangun wall climbing di kampus-kampus akan di presentasikan. Begitu terbangun, teronggok begitu saja..setelah 2-3 kali even kompetisi, sesudah itu terhenti. Tengok saja wall climbing PENGDA FPTI DIY yang di lokasi Kebon Binatang Gembira Loka, segelintir saja pemanjat yang beraktifitas latihan disana, itupun dengan label PELATDA. Saya nggak tahu kenapa banyak pemanjat yang tidak berlatih disana. Mungkin prosedur yang berbelit untuk masuk dan latihan, rasa sungkan karena di pakai secara khusus oleh Tim PELATDA, atau mungkin bentuk dukungan kepada tim pelatda PON supaya tenang, nayaman dan fokus dalam berlatih. Tapi setelah PON usai, bagaimana dengan latihan disana?

Ini merupakan pertanyaan besar, dan perlu “kerja” guna menjawabnya. FPTI DIY hingga 14 tahun ini juga bingung bukan kepalang. Ternyata setelah sekian tahun, pekerjaan ini bukan hanya usai begitu saja. Masih ada tantangan, hambatan dan harapan kedepannya. Sekarang organisasi FPTI telah bertranformasi sedemikian rupa, tuntutan ini mutlak karena FPTI sekarang eksistensinya di dunia sudah terakui. Contoh perubahan drastis itu, sebelum MUNASLUB FPTI tahun 2005, roh AD/ART FPTI menyangkut keanggotaan adalah “semua pemanjat tebing di Indonesia otomatis menjadi angota FPTI” (suka maupun tidak), sekarang, anggota FPTI adalah Klub yang mendaftar secara sukarela ke FPTI. Hal ini sama seperti keanggotaan FPTI ke badan dunia seperti UIAA, IFSC dan SEACF (untuk Asia Tenggara).

Hak keanggotaan ini sangat luas, yang intinya setiap anggota berhak mengikuti semua kegiatan FPTI, dan hingga mewakili FPTI baik di nasional hingga internasional selain hak-hak yang lain yang tentunya hak ini juga di imbangi dengan pemenuhan kewajiban selaku anggota FPTI.

Lalu untuk apa sebenarnya FPTI itu ada? Jawabnya FPTI ada untuk berbicara pada lini “safety”. Yang selanjutnya diartikan secara kurang lebih sebagai badan atau organisasi yang diakui pemerintah untuk mengawasi, membina segala aktifitas panjat tebing di Indonesia . Rekomendasi tingkat keamanaan dalam aktifitas petualangan baik segi manajemen, peralatan, SDA dan hingga SDM yang berbau panjat tebing adalah kewenangan FPTI. Ini adalah tanggung jawab yang luar biasa besar. Terlebih, eksistensi organisasi seperti FPTI ini juga mempunyai payung hukum UU sistem keolahragaan tahun 2005, lengkaplah tanggungjawab FPTI dalam memajukan kegiatan panjat tebing yang di bagi dalam 3 bab besar, panjat tebing olahraga prestasi, panjat tebing olahraga pendidikan dan panjat tebing kegiatan rekresasi. Khususnya FPTI DIY yang sekarang bersiap untuk mengarah ke situ.

Kemana FPTI DIY melangkah dahulu dan sekarang sangat jauh berbeda. Sistem keanggotaan yang berubah dari person pemanjat, sekarang keanggotaan adalah klub. Dulu bergerak tanpa payung hukum yang jelas, sekarang sudah. Dahulu tidak ada kepentingan pemerintah terhadap kegiatan panjat tebing, sekarang besar sekali kepentingan pemerintah terhadap aktifitas ini, mulai dari sisi pendidikan, olahraga prestasi hingga rekreasi.

Saya teringat ucapan Mas Setiawan Djody (mantan Ketua Umum PP FPTI ke dua) pada pembukaan MUNAS FPTI 2007, “waktu saya (Mas Djody) memimpin FPTI, saya melihat panjat tebing adalah “life style” dan itu adalah apresiasi saya kepada para pemanjat tebing, ini adalah hal yang luar biasa dalam memimpin FPTI. Sekarang saya lebih takjub lagi terhadap FPTI, perkembangan panjat tebing yang dulunya hanya sebuah “life style” sekarang tidak lagi. Sekarang panjat tebing adalah “our soul”, ya tepatnya seperti itu, OUR SOUL” ucap Mas Djody lantang. Panjat tebing adalah “jiwa raga kami”, saya sependapat dengan Mas Djody dalam memandang panjat tebing sekarang.

FPTI DIY telah melakukan banyak dan memiliki banyak, namun sekarang terasa kurang. Melihat PENGDA FPTI lainnya telah bergerak cepat mengejar ketinggalan bahkan ada yang maju pesat 5 tahun terakhir ini, membuat roda FPTI DIY terasa berjalan lambat.

14 tahun berdiri, progresnya sangat sedikit. Terkesan terhenti. Prestasi kita semakin banyak disusul oleh daerah lainnya, organisasi kita semakin menyusut, pembahurauan kita berjalan di tempat. Siapkah kita dengan tantangan kedepan? Ini seperti mengendarai “VW combi” di jalan bebas hambatan, yang menharuskan memacu kendaraan kita minimal 80km/jam. Siapkah kita, saya, dan kamu para pemanjat sekalian?
Karena “VW” kita ini hanya nyaman berjalan perlahan.
DIRGAHAYU FPTI DIY ke 14. TETAP SEMANGAT dan TETAP JAYA…!!

Genggam erat,

Robert Antonius
Sekum FPTI DIY

Visit Yogyakarta / Jogja