Muncul karena Sudah Takdir
Di lingkup Asia Tenggara, Indonesia jago di nomor lari jarak menengah dan jauh. Ruwiyati dan Triyaningsih sukses merajai SEA Games. Tapi, ada sosok yang berperan dalam karir keduanya, yakni Alwi Mugiyanto.
---
ALWI Mugiyanto adalah nama besar di dunia kepelatihan atletik. Beberapa nama atlet nasional meroket berkat tangan dinginnya.
Tapi, dia memiliki satu keyakinan, melatih seperti seni yang tidak bisa dipaksakan. Pelatih besar akan muncul karena sudah takdir.
"Saya dulu hanya atlet lompat tinggi. Pada 1972, saya mengikuti POPSI (Pekan Olahraga Pelajar Seluruh Indonesia, Red) dan berhasil meraih juara dengan lompatan 177,25 cm," tutur Alwi saat ditemui di kediamannya, Perumahan Dliko, Blotongan, Salatiga, Selasa (5/1).
Beberapa tahun kemudian, Alwi muda melanglang ke beberapa tempat di Indonesia, termasuk Sumatera. Di sana, dia bertemu dengan seorang pemuka adat.
Keakraban tersebut membuat Alwi dijadikan anak angkat tokoh itu. Dari situlah, Alwi diwarisi belasan hektare lahan perkebunan di sejumlah tempat. Belakangan, lahan itu ditanami berbagai komoditas yang sebagian hasilnya digunakan untuk menghidupi klubnya.
Pada 1984, Alwi mulai melatih atletik anak-anak SD di sekitar tempat tinggalnya. Perlahan, sejumlah prestasi tingkat kabupaten mulai dia raih.
"Setelah beberapa lama melatih anak-anak, saya berpikir untuk pulang ke Jawa Tengah," ucap dia. Keinginan mendirikan klub muncul saat dia menyaksikan lomba lari 10 K di Jakarta. Kala itu, pelari Suryati masih merajai Indonesia. Di benak kecilnya, keinginan membuat klub harus segera terlaksana. Akhirnya, dia mendirikan klub yang dinamakan Salatiga Putra.
Sebagai seorang pelatih, dia sadar betul membutuhkan dana untuk memutar roda klub. Akhirnya, dia berhasil mendapatkan sponsor awal, yakni Budi Darmawan, pengusaha rokok Gentong Gotri.
Hasilnya memang nyata. Hanya dalam waktu setahun, sebuah even lari tingkat pelajar berhasil dia kuasai. Dua di antara beberapa atlet yang dia turunkan saat itu adalah Ruwiyati dan Bardi, yang beberapa tahun kemudian menguasai atletik kelas menengah dan maraton.
Selepas kolapsnya sponsor rokok, Alwi bertemu dengan seorang pengusaha toko olahraga asal Batam. Pengusaha tersebut kemudian membantu klubnya.
Sebagai bentuk terima kasih, Alwi mengubah nama klubnya menjadi Tiger Salatiga. "Nama toko pengusaha di Batam itu Tiger. Nama tersebut akhirnya menjadi nama klub saat itu," terangnya.
Namun, sponsor hanya berlangsung selama enam bulan, kemudian terhenti tanpa diketahui alasan pastinya. Tampaknya, Alwi memang ditakdirkan untuk terus melatih.
Akhir 1993, PJKA (kini menjadi PT KA) mengadakan kejuaraan 10 K di Bandung. Dengan dana terbatas, Alwi memberangkatkan beberapa atletnya untuk mengikuti even itu.
Hasilnya luar biasa. Juara hingga posisi keempat berhasil dikuasai para atletnya. Sukses tersebut mengundang direktur PJKA kala itu, Anwar Supriyadi, bertatap muka langsung dengan Alwi.
"Tanpa diduga, Pak Anwar Supriyadi langsung menawarkan untuk menjadi sponsor klub kami. Tanpa pikir panjang, saya menerima tawaran itu," tutur dia sembari tertawa mengenang masa tersebut.
Salah satu bentuk kerja samanya, Alwi gratis menggunakan jasa KA menuju tempat kejuaraan. Anwar pula yang mengusulkan nama klubnya menjadi Tiger Lokomotif. Nama itulah yang digunakan klub Alwi hingga saat ini. (dhinar sasongko/jpnn/diq)
Di lingkup Asia Tenggara, Indonesia jago di nomor lari jarak menengah dan jauh. Ruwiyati dan Triyaningsih sukses merajai SEA Games. Tapi, ada sosok yang berperan dalam karir keduanya, yakni Alwi Mugiyanto.
---
ALWI Mugiyanto adalah nama besar di dunia kepelatihan atletik. Beberapa nama atlet nasional meroket berkat tangan dinginnya.
Tapi, dia memiliki satu keyakinan, melatih seperti seni yang tidak bisa dipaksakan. Pelatih besar akan muncul karena sudah takdir.
"Saya dulu hanya atlet lompat tinggi. Pada 1972, saya mengikuti POPSI (Pekan Olahraga Pelajar Seluruh Indonesia, Red) dan berhasil meraih juara dengan lompatan 177,25 cm," tutur Alwi saat ditemui di kediamannya, Perumahan Dliko, Blotongan, Salatiga, Selasa (5/1).
Beberapa tahun kemudian, Alwi muda melanglang ke beberapa tempat di Indonesia, termasuk Sumatera. Di sana, dia bertemu dengan seorang pemuka adat.
Keakraban tersebut membuat Alwi dijadikan anak angkat tokoh itu. Dari situlah, Alwi diwarisi belasan hektare lahan perkebunan di sejumlah tempat. Belakangan, lahan itu ditanami berbagai komoditas yang sebagian hasilnya digunakan untuk menghidupi klubnya.
Pada 1984, Alwi mulai melatih atletik anak-anak SD di sekitar tempat tinggalnya. Perlahan, sejumlah prestasi tingkat kabupaten mulai dia raih.
"Setelah beberapa lama melatih anak-anak, saya berpikir untuk pulang ke Jawa Tengah," ucap dia. Keinginan mendirikan klub muncul saat dia menyaksikan lomba lari 10 K di Jakarta. Kala itu, pelari Suryati masih merajai Indonesia. Di benak kecilnya, keinginan membuat klub harus segera terlaksana. Akhirnya, dia mendirikan klub yang dinamakan Salatiga Putra.
Sebagai seorang pelatih, dia sadar betul membutuhkan dana untuk memutar roda klub. Akhirnya, dia berhasil mendapatkan sponsor awal, yakni Budi Darmawan, pengusaha rokok Gentong Gotri.
Hasilnya memang nyata. Hanya dalam waktu setahun, sebuah even lari tingkat pelajar berhasil dia kuasai. Dua di antara beberapa atlet yang dia turunkan saat itu adalah Ruwiyati dan Bardi, yang beberapa tahun kemudian menguasai atletik kelas menengah dan maraton.
Selepas kolapsnya sponsor rokok, Alwi bertemu dengan seorang pengusaha toko olahraga asal Batam. Pengusaha tersebut kemudian membantu klubnya.
Sebagai bentuk terima kasih, Alwi mengubah nama klubnya menjadi Tiger Salatiga. "Nama toko pengusaha di Batam itu Tiger. Nama tersebut akhirnya menjadi nama klub saat itu," terangnya.
Namun, sponsor hanya berlangsung selama enam bulan, kemudian terhenti tanpa diketahui alasan pastinya. Tampaknya, Alwi memang ditakdirkan untuk terus melatih.
Akhir 1993, PJKA (kini menjadi PT KA) mengadakan kejuaraan 10 K di Bandung. Dengan dana terbatas, Alwi memberangkatkan beberapa atletnya untuk mengikuti even itu.
Hasilnya luar biasa. Juara hingga posisi keempat berhasil dikuasai para atletnya. Sukses tersebut mengundang direktur PJKA kala itu, Anwar Supriyadi, bertatap muka langsung dengan Alwi.
"Tanpa diduga, Pak Anwar Supriyadi langsung menawarkan untuk menjadi sponsor klub kami. Tanpa pikir panjang, saya menerima tawaran itu," tutur dia sembari tertawa mengenang masa tersebut.
Salah satu bentuk kerja samanya, Alwi gratis menggunakan jasa KA menuju tempat kejuaraan. Anwar pula yang mengusulkan nama klubnya menjadi Tiger Lokomotif. Nama itulah yang digunakan klub Alwi hingga saat ini. (dhinar sasongko/jpnn/diq)